Jumat, 25 Februari 2011

Looking “along” and Looking “at”

I was standing today in the dark tool shed. The sun was shining outside and through the crack at the top of the door there came a sunbeam. From where I stood that beam of light, with the specks of dust floating in it, was the most striking thing in the place. Everything else was almost pitch black. I was seeing the beam, not seeing things by it.

Then I moved, so that the beam fell on my eyes. Instantly the whole previous picture vanished. I saw no tool shed, and (above all) no beam. Instead I saw, framed in the irregular cranny at the top of the door, green leaves moving on the branches of a tree outside and beyond, ninety-odd million miles away, the sun. Looking along the beam, and looking at the beam are very different experiences.

But this is only a very simple example of the difference between looking at and looking along. A young man meets a girl. The whole world looks different when he sees her. Her voice reminds him of something he has been trying to remember all his life, and ten minutes’ casual chat with her is more precious than all the favors that all other women in the world could grant. He is, as they say, “in love.” Now comes a scientist and describe this young man’s experience from the outside. For him it is all an affair of the young man’s genes and a recognized biological stimulus. That is the difference between looking along the sexual impulse and looking at it…

You get one experience of a thing when you look along it and another you look at it. Which is the “true” or “valid” experience? Which tells you most about the thing? And you can hardly ask the question without noticing that for the last fifty years or so everyone has been taking the answer for granted. It has been assumed without discussion that if you want the true account of religion you must go, not to the religious people, but to anthropologist; that if you want the true account of sexual love you must go, not to lovers, but to psychologists ….

The people who look at things have had it all their own way; the people who look along things have simply been brow-beaten. It has even come to be taken for granted that the external account of things.

Looking “along” and Looking “at”
BY : CS LEWIS

Corat Coret EAGC

Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi…
Allah melihat semuanya itu baik...

Pada mulanya Allah melihat semua ciptaanNya baik, lalu bagaimana setelah ciptaan terkutuk karena dosa, apakah Allah masih melihat semuanya baik?Ya, melalui karya penebusan anakNya di kayu salib, semua karya penyelamatan bagi seluruh ciptaan tergenapi dan utuh.

Tetapi, manusia (bahkan yang sudah diselamatkan pun), kadang memiliki pola pandang yang tidak sama. Berapa banyak yang memiliki penghayatan bahwa badak bercula satu di Ujung Kulon sana yang hampir punah, terkait dengan kehidupan mereka. Atau berapa banyak yang memikirkan bahwa Allah perduli dengan parfum, film, iklan, blog, FB, FS, mesin cuci, detergen atau hal “remeh” lainnya. Kadang sebagai umat, kita hanya partial memikirkan bahwa Allah hanya peduli terhadap hal-hal yang besar. Justru ketika kita memiliki pandangan yang demikian, kita sedang mendongkel DIA dari tahta Nya yang sesuanggunya¬-Sang Pencipta Alam Semesta.

Allah perduli, mataNya memperhatikan dan mengawasi bagaimana kita hidup. Bukan hanya kehidupan spiritual tapi kehidupan society kita juga mendapat porsi yang besar dalam pandanganNya.

Belajar dari kehidupan Bangsa Israel. Israel berulang kali masuk dalam masa pembuangan dan penderitaan. Kenapa dan ada apa? Tidakkah Allah YHWH tahu, bawa pada masa itu, kekalahan sebuah bangsa berarti kekalahan tuhan mereka? Apakah DIA tidak peduli dengan namaNya yang besar, yang akan rusak dihadapan bangsa-bangsa lain? Kenapa Allah mengizinkan hal ini terjadi.

Allah peduli dengan umat pilihanNya. UmatNya-lah yang jadi concern utamaNya. Israel. Israel jatuh kedalam dosa pemberontakan yang amat sangat kepada Allah, Israel tidak lagi menjadi bangsa yang mencerminkan kekudusan umat Allah yang seperti DIA kehendaki. Maka itu DIA mendisiplinkan umatNya dengan memakai tangan bangsa lain untuk mengajar umatNya ini.

Yesaya 1 : 10-20
Dengarlah firman TUHAN, hai pemimpin-pemimpin, manusia Sodom!
Perhatikanlah pengajaran Allah kita, hai rakyat, manusia Gomora!
Isa 1:11 "Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?" firman TUHAN; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai.
Isa 1:12 Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku?
Isa 1:13 Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan.
Isa 1:14 Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.
Isa 1:15 Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku,
bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa,
Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah.
Isa 1:16 Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat,
Isa 1:17 belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!
Isa 1:18 Marilah, baiklah kita berperkara! --firman TUHAN--Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba,
akan menjadi putih seperti bulu domba.
Isa 1:19 Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu.
Isa 1:20 Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.
" Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya.
Isa 1:21 Bagaimana ini, kota yang dahulu setia sekarang sudah menjadi sundal! Tadinya penuh keadilan dan di situ selalu diam kebenaran, tetapi sekarang penuh pembunuh.
Isa 1:22 Perakmu tidak murni lagi dan arakmu bercampur air.
Isa 1:23 Para pemimpinmu adalah pemberontak dan bersekongkol dengan pencuri. Semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok. Mereka tidak membela hak anak-anak yatim, dan perkara janda-janda tidak sampai kepada mereka.
Isa 1:24 Sebab itu demikianlah firman Tuhan, TUHAN semesta alam, Yang Mahakuat pelindung Israel; "Ha, Aku akan melampiaskan dendam-Ku kepada para lawan-Ku,
dan melakukan pembalasan kepada para musuh-Ku.
Isa 1:25 Aku akan bertindak terhadap engkau: Aku akan memurnikan perakmu dengan garam soda, dan akan menyingkirkan segala timah dari padanya.
Isa 1:26 Aku akan mengembalikan para hakimmu seperti dahulu, dan para penasihatmu seperti semula. Sesudah itu engkau akan disebutkan kota keadilan, kota yang setia."
Isa 1:27 Sion akan Kubebaskan dengan penghakiman yang adil dan orang-orangnya yang bertobat akan Kubebaskan dengan tindakan yang benar.
Isa 1:28 Tetapi orang-orang yang memberontak dan orang-orang berdosa akan dihancurkan bersama, dan orang-orang yang meninggalkan TUHAN akan habis lenyap.
Isa 1:29 Sungguh, kamu akan mendapat malu karena pohon-pohon keramat yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman dewa yang kamu pilih.
Isa 1:30 Sebab kamu akan seperti pohon keramat yang daunnya layu, dan seperti kebun yang kekurangan air.
Isa 1:31 Maka yang kuat menjadi seolah-olah kapas dan pekerjaannya menjadi seolah-olah bunga api; keduanya menimbulkan api dan tidak ada yang dapat memadamkan.


Hukum mutlak dari ilmu pengetahuan dan logika adalah ex nihilo nihil fit (dari yang tidak ada, maka tidak ada yang dapat dihasilkan). Jika kita menginginkan society, Indonesia, yang lebih baik, maka kehadiran anak-anak Tuhan disetiap aspek sangat penting untuk menghasilkan sebuah perubahan. Ketidakberadaan tidak dapat menghasilkan apapun. Ingatlah, bahwa tidak ada yang ”remeh” bagi Tuhan.

SELA

Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN,
dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus. Sela (Mazmur 3:5)

Saya jenuh. Dalam 4,5 tahun ini, rutinitas saya sehari-hari berhadapan dengan kertas, angka, membuat laporan, dan memastikan kantor berjalan dalam koordinasi yang baik. Saya merasa butuh istirahat, butuh sabat, butuh sela.

Pengertian sela dalam kitab Mazmur sampai saat ini masih jadi perdebatan, entah sebagai tanda liturgi dalam musik atau instruksi dalam pembacaan teks yang seakan ingin mengatakan “berhenti dan dengarkan”. The Amplified Bible menerjemahkan sela sebagai berhenti sebentar dan mulai berpikir.

Saya terpikir untuk mengambil waktu istirahat dengan mengikuti pelatihan penulisan. Dalam benak, saya ingin mengikuti pelatihan ini hanya sampai hari kamis sore saja. Memang tujuannya hanya untuk sejenak berhenti, tidak ada niat untuk berpikir dan dengar. Tapi sore itu, ada satu kejadian membuat saya takut dan mengurungkan niat untuk pulang. Bapak mentor sangat tegas dan terkesan galak. Salah satu peserta hampir dinyatakan gugur karena terlambat masuk sesi pertama. Dia berkata, “Jika tidak masuk satu sesi lebih baik tidak usah ikut, suruh pulang saja jika masih jauh”. Saya sangat kaget dengan pernyataan beliau. Saya pikir betapa kerasnya persyaratan yang ditetapkan oleh Bang Sam. “Memang akan berjalan seperti apa sih pelatihan ini?” tanya saya dalam hati. Saya tetap dengan pendirian hanya ingin ‘berhenti’ tanpa maksud ‘berpikir dan mendengarkan’. Saya hanya ingin ‘berhenti’ saja alias ½ sela.

Dimulailah sesi pertama, kemudian perhatian saya terfokus pada tampilan foto-foto yang baru saya lihat dan kutipan-kutipan hebat yang baru saya dengar. Saya tertegun kagum, lalu dengan cepat beralih kepada merasa malu dan gelisah, kenapa saya bisa tidak tahu orang-orang hebat negeri ini. Saya tergugah dengan wawasan kebangsaan yang dimiliki oleh Bang Sam. Saya iri. Saya ingin tahu banyak seperti dia. Dan saya memutuskan untuk sepenuh hati mengikuti pelatihan ini. Pasti ada gunanya pikir saya. Saya memutuskan untuk ikut lengkap dan mengorbankan waktu masuk kerja dan acara penting yang harusnya saya hadiri. Padahal, hari kedua dalam pelatihan tersebut saya harus menghadiri rapat penting di kantor. Karena merasa sayang melewatkan sesinya, saya berjuang sedemikian rupa untuk bisa kembali ke pelatihan ini. Saya menemukan banyak hal baru.

Dan memang demikian, mulai dari bagaimana memperhatikan objek, menggali ide, dan yang paling saya ingat adalah menemukan ide yang sederhana tapi orisinil. Segala hal yang diberikan sangat menolong saya untuk menulis, yang notabene saya pernah bercita-cita jadi penulis. Bukan tidak mungkin ke depannya saya jadi penulis hebat seperti Bang Sam, bahkan lebih (he..he..). Dan pelatihan ini membantu saya menapak langkah pertama saya.

Jalan Tuhan memang beda dan unik. Ketika saya menginginkan bentuk istirahat yang ‘berhenti’, Tuhan malah memberikan kepada saya masa berhenti yang dipaksa berpikir dan dipaksa mendengarkan. Masa sela saya ada dalam pelatihan ini. Tuhan lebih tahu apa yang jadi kebutuhan saya untuk berhenti dalam masa tertekan oleh banyak hal: pekerjaan, rumah, dan diri.

Masa pelatihan adalah masa sela yang unik. Disini saya diminta diam, berhenti, berpikir dan mendengarkan. Seperti penggunaan sela dalam kitab mazmur, yang digunakan sebagai peralihan dari ayat satu ke ayat yang lain. Tuhan sedang menuliskan ayat dalam kisah hidup saya yang terencana dengan indah di dalam Dia. Sebelum melanjutkan ayat berikutnya, Dia menganugerahkan masa sela, masa pelatihan ini.

Terima kasih banyak Bang Sam, Kak Ellys, dan Kak Iyung. Terima kasih banyak Tuhan. ..

“Tak Kenal Maka Tak Sayang”

Tak kenal maka tak sayang, ungkapan ini membuat saya kembali memikirkan ulang mengenai rasa cinta terhadap tanah air ini. Indonesia punya porsi besar dalam doa pribadi dan doa komunal saya. Terus bergiat mendorong anak binaan untuk mencintai negeri ini, menjadi salah satu indikator cinta Indonesia.

Tapi sepertinya ada proses yang terlewat oleh saya dan celakanya juga terlompat dalam pola pembinaan saya. Apakah itu? Kenal dan belajar Indonesia. Kenal dan tahu adalah dua hal yang berbeda. Tahu hanya sebatas melibatkan pikiran yang berdampak pada bertambahnya pengetahuan, tetapi kenal tidak hanya melibatkan unsur pikiran tapi juga emosi personal

Sejauh ini saya mendorong mereka untuk mencintai tanah air ini dengan cinta buta, cinta tanpa pengenalan. Cinta tanpa pengenalan adalah cinta yang dangkal. Wajar saja jika ujungnya saya menemukan ada anak bina yang dengan mudahnya berlaku jahat terhadap negerinya sendiri, misalnya: mencuri uang negara. Mungkin ini dikarenakan cinta yang sekedar konsep, pengetahuan dan pemikiran tanpa unsur emosi di dalamnya, cinta yang dangkal.

Saya kecewa. Tapi saya juga punya andil dalam kesalahan itu, saya melewatkan proses pentingnya: belajar dan kenal Indonesia.

Belajar dari kisah ironi Putri Indonesia, yang notabene adalah simbol atau representasi Indonesia, yang salah menyebutkan Indonesia sebagai ‘kota’. Ada lagi putri yang lain (dalam tahun berbeda) yang juga salah menyebutkan Wasior ada di pulau Sumatra. Betapa mirisnya kenyataan ini, bahwa pengenalan terhadap bangsa bukan lagi menjadi hal yang penting tapi sepele. Bahkan untuk pemilihan yang mengatas namakan Indonesia, pemenangnya tidak kenal Indonesia.

Berapa banyak anak muda kenal pahlawan-pahlawan negeri ini? Berapa banyak lagu bertemakan kebangsaaan masih familiar dinyanyikan anak muda? Berapa banyak anak muda mengerti sejarah dan tokoh pendiri bangsa ini? Tidak banyak. Dan saya termasuk dalam jajaran yang tidak banyak tersebut.

Lalu bagaimana memperbaikinya? Bagaimana belajar mencintai negeri ini dengan kenal dan belajar tentang Indonesia? Saya memulai dari diri saya sendiri. Saya mulai membaca tokoh-tokoh besar negeri ini dan belajar dari kisah hidup perjuangan mereka. Saya lebih bangga dengan kebudayaan-kebudayaan negeri ini yang beraneka ragam, yang mungkin bagi anak muda sekarang ini dianggap kuno. Saya belajar menghargai bahasa Indonesia, tidak sok kebule-bulean dengan mengutip kata Inggris hanya untuk terdengar lebih modern dan berpendidikan. Melibatkan unsur emosi dalam wawasan kebangsaan akan membuat saya lebih bergiat mencari tahu kekayaan sejarah dan budaya negeri ini. Dan saya bisa mulai menularkan pemahaman ini kepada anak binaan.

Untuk punya rasa sayang dan cinta yang dalam, butuh pengenalan baik dan utuh. Demikian juga mencintai negeri ini butuh kenal kisah dan sejarah bangsa ini. Betapa bodohnya saya tidak tahu kekayaan bangsa sendiri. Betapa miskinnya jika saya terus bersikap abai. Saya mau cari tahu, belajar, kenal dan akhirnya mencintai bangsa ini. Saya sayang karena kenal.

Pekerjaan Tidak Populer

Dalam senda gurau di sela-sela menuju ruang kuliah, celetukan yang sering saya dengar sewaktu kuliah adalah “sesial-sialnya anak FE menimal jadi menteri keuangan”. Sebegitu pongahnya kami dalam memandang jadi apa kami ke depan. Ditempa dalam kondisi demikian dan di’siram’terus menerus dengan perkataan yang menurut dosen kami ‘membangun’, kami jadi memiliki pandangan tersendiri terhadap jenis-jenis pekerjaan yang nantinya akan digeluti. Pandangan itu tumbuh subur dalam hati dan pola pikir kami karena pandangan tersebut mengotak-ngotakkan jenis pekerjaan berdasarkan posisi dan gengsinya. Dan saya hampir tenggelam dalam pola pikir seperti itu. Saya tidak setuju dengan pengotak-ngotakan itu, namun, saya tetap menyimpan harapan untuk bisa bekerja di bidang keuangan, minimal staf ahli menteri.

Walaupun saya ikut tertawa dalam guyon itu dan kadang terselip juga kepongahan itu, namun saya merasa bahwa guyon itu sangat berbahaya bagi perkembangan saya dan teman-teman memandang pekerjaan. Guyon itu membuat kami hanya merasa bahwa yang namanya pekerjaan hanyalah yang diakui oleh orang kebanyakan, alias pekerjaan populer.

Pekerjaan populer atau tidak populer hanya sebutan yang diberikan manusia untuk menggambarkan bahwa ada jenis pekerjaan yang lebih digandrungi oleh orang dan ada pekerjaan yang tidak gandrungi. Pelabelan tersebut bukan merujuk kepada nilai atau esensi dari pekerjaan atau bekerja. Tidak berarti bahwa orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan tidak populer berarti dia manusia rendahan. Sepanjang pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran, maka manusia yang bekerja sudah sesuai dengan harkatnya, yaitu pekerja.

Saya menariknya dalam kondisi saya. Bagi orangtua, saya adalah kebanggaan mereka. Saya lulus dari sebuah universitas negeri ternama dan masuk dalam jurusan yang populer di universitas tersebut, padahal, ayah supir angkot, ibu seorang guru SD negeri. Harapan orang tua saya adalah saya bekerja di tempat yang nantinya bisa mereka ‘sombong’ kan ke keluarga kami lainnya.

Dan apa yang terjadi? Alih-alih menjadi ‘menteri keuangan’ atau minimal ‘staf ahli keuangan’, saya memilih pekerjaan yang tidak populer. Saya memilih menjadi staf sebuah LSM dan menjadi ‘staf ahli keuangan’ di sana. Pilihan ini menuai protes, cercaan, bahkan hinaan tidak hanya dari pihak orang tua tapi juga teman-teman saya di perkuliahan dulu. Lantas apakah saya menjadi orang yang rendahan ketika memilih pekerjan yang tidak populer? Saya dengan tegas berkata tidak karena saya memaknai pekerjaan dengan arti yang berbeda. Perbedaan terletak pada cara saya memilih suatu pekerjaan. Saya memilih pekerjaan berdasarkan visi, bukan pamor atau harapan orang. Dan bagi saya, setiap pekerjaan penting.

Ibarat klip pengganjal kertas di printer. Diantara bagian komponen yang lain, klip kecil ini sangat tidak terkenal dan jarang ada yang mengamati, tidak sepopuler film print atau tabung tinta. Namun, kehadiran klip kecil sangat menunjang kinerja keseluruhan mesin print ini. Jika klip kecil ini hilang, maka kertas yang ditarik oleh mesin tidak akan beraturan dan menyebabkan paper jam.

Bayangkan jika semua orang ingin menjadi ‘menteri keuangan’ atau ‘staf ahli menteri’ dan tidak ada tukang sapu, tukang angkut sampah, sopir, dll. maka kehidupan pasti tidak akan berjalan dengan seimbang.

Saya meyakini bahwa setiap pekerjaan punya kontribusi sesuai dengan apa yang sudah direncanakan oleh si Pemilik Pekerjaan. Seperti klip tadi, mungkin tampilannya memang kecil tapi punya peranan penting bagi kinerja alat tersebut. Begitu juga setiap kita, pekerjaan yang kita miliki punya peran penting secara keseluruhan. Mari lakukan bagian kita masing-masing dengan baik agar ‘printer’ ini berjalan dengan baik.